Kerajaan Kediri – Kita semua tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gugus pulau maupun suku yang ada di seluruh pelosok tanah air. Akibat dari letak geografis tersebut salah satunya adalah terdapat perbedaan kebudayaan yang mencolok di setiap daerahnya.
Tidak hanya kebudayaan, namun juga menyangkut tata krama, norma dan adat yang berlaku di masyarakat tersebut. Indonesia merupakan negara republik yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang biasa kita sebut dengan NKRI.
Indonesia telah menjadi negara kesatuan selama 74 tahun lamanya terhitung sejak proklamasi yang dilantangkan oleh Presiden pertama kita, Ir. Soekarno pada tahun 1945 silam. Lantas, apa yang menjadi landasan Indonesia sebelumnya?
Sebelum kemerdekaan, Indonesia sebenarnya terdiri atas banyak sekali kerajaan-kerajaan yang tersebar luas ke seluruh penjuru.
Mulai dari Aceh, Kalimantan, Jawa, Sulawesi hingga Maluku, memiliki kerajaan tersendiri dengan budayanya sendiri-sendiri. Kerajaan tersebut sudah ada bahkan sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda pada 350 tahun yang lalu.
Dilihat dari peninggalan serta kebudayaannya, kerajaan-kerajaan di Indonesia memiliki khas corak agama.
Kebanyakan adalah corak agama Hindu dan Buddha, namun ada juga yang Islam. Salah satu kerajaan yang akan kami bahas di artikel ini adalah Kerajaan yang terkenal dengan corak agama Hindunya, yaitu Kerajaan Kediri.
Kerajaan Kediri atau yang bisa disebut dengan Kerajaan Panjalu adalah salah satu kerajaan Hindu terbesar yang terletak di Jawa Timur.
Kerajaan ini berdiri dan berjaya pada kisaran tahun 1042 hingga tahun 1222. Seperti namanya, Kerajaan Kediri bertempat di lokasi yang sekarang juga bernama Kota Kediri, tepatnya di Kota Dahanapura.
Kota Dahanapura yang sekarang biasa disingkat dengan nama kota Daha, sebelumnya sudah ada sebelum berdirinya Kerajaan Kediri. Hal ini dilihat dari peninggalan prasasti yang dinamakan Pamwatan pada tahun 1042, yang diprakarsai oleh Airlangga.
Kami akan membahas lebih jelasnya mengenai Kerajaan Kediri di bawah ini. Apabila Anda tertarik untuk mengetahui sejarah, nama raja-raja yang pernah memerintah kerajaan ini hingga peninggalan-peninggalan yang masih tersimpan sampai sekarang, maka Anda bisa menyimak artikel berikut ini.
Contents
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri adalah salah satu kerajaan yang terbesar di abad ke-12. Sebelumnya, Kerajaan Kediri ini bernaung di bawah nama Kerajaan Mataram Kuno, yang berpusat di tepi sungai Berantas. Pada masa pemerintahan Raja Airlangga pada tahun 1041, Beliau mengutus Mpu Bharada, seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya untuk membagi Kerajaan Mataram Kuno menjadi dua.
Maka terbagilah Kerajaan Mataram Kuno tersebut menjadi dua. Dua bagian tersebut terdiri dari Kerajaan Kahuripan, atau yang terkenal dengan sebutan Kerajaan Jenggala, dan satunya adalah Kerajaan Panjalu yaitu Kerajaan Kediri. Untuk wilayah perbatasan masing-masing bagian Kerajaan juga diperjelas oleh Mpu Bharada.
Kerajaan Jenggala memiliki wilayah mulai dari Malang, Surabaya, Pasuruan dan Sungai Brantas, atau tepatnya pelabuhan di Kota Rembang. Sedangkan Kerajaan Kediri memiliki wilayah mulai dari Madiun dan Kediri. Untuk batas wilayah kedua kerajaan tersebut terletak pada Sungai Brantas dan Gunung Kawi.
Batas wilayah ini dapat dipastikan dari adanya peninggalan prasasti Mahaksubya yang ada pada tahun 1289. Untuk lebih jelasnya, kitab Negarakertagama pada tahun 1365 dan kitab Calon Arang pada tahun 1540 juga menuliskan terkait batas wilayah tersebut.
Pada masa akhirnya, Kerajaan Kediri hancur bukan karena diserang oleh kerajaan lain, namun melainkan dari dalam. Tidak lain adalah pada masa pemerintahan Raja Kertajaya yang mempunyai sikap kurang elok sebagai Raja. Beliau tidak mengindahkan nasihat-nasihat yang disarankan oleh para Brahmana sebagai tetua.
Sikap Raja Kertajaya yang membuat Kerajaan Kediri hancur adalah pada saat Raja Kertajaya menyuruh semua rakyatnya untuk menyembah dirinya sebagai sang Dewa. Perintah ini tidak terkecuali untuk para kaum Brahmana. Dan di situlah amarah dari kaum Brahmana memuncak, karena jelas-jelas perintah itu bersimpangan dengan ajaran agama Hindu.
Langkah yang diambil oleh kaum Brahmana selanjutnya adalah meminta pertolongan kepada Ken Arok, pimpinan dari Kadipaten Tumapel. Mereka meminta tolong untuk menyerang kerajaannya sendiri yaitu kerajaan Kediri, untuk menumpas habis Raja Kertajaya beserta antek-anteknya.
Ken Arok pun menyetujuinya dengan syarat bahwa apabila beliau berhasil menumpas Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri harus tunduk pada Kadipaten Tumapel. Singkat cerita, akhirnya Ken Arok memenangkan peperangan mendadak tersebut dan Kerajaan Kediri berhasil dikalahkan.
Kerajaan Kediri menjadi salah satu bagian dari Tumapel dan berganti nama menjadi Kerajaan Singasari.
Raja-Raja yang pernah memerintah Kerajaan Kediri
Sebelum masa pemerintahan Raja Kertajaya, sebenarnya Kerajaan Kediri adalah salah satu Kerajaan termasyhur pada masanya. Meskipun pernah diduduki oleh total delapan Raja, kerajaan ini berada pada puncak kejayaannya di tangan Prabu Jayabaya saja.
Berikut ini adalah urutan lengkapnya delapan raja Kediri yang pernah memerintah di jamannya:
Sri Jayawarsa
Sri Jayawarsa merupakan raja yang dikenal sangat perhatian dengan kebutuhan rakyatnya. Salah satu hal yang membuatnya dicintai rakyatnya adalah raja Sri Jayawarsa selalu berusaha sedemikian rupa untuk meningkatkan kesejahteraan semua rakyatnya tanpa satu orang pun tertinggal. Sejarah lengkapnya bisa dilihat dalam prasasti Sirah Keting pada tahun 1104.
Sri Bameswara
Raja yang satu ini mempunyai peninggalan prasasti paling banyak, yang tersebar di daerah Kertosono dan Tulungagung. Dilihat dari prasasti-prasastinya, diketahui bahwa pemerintahan Sri Bameswara ini sangat baik dalam melanjutkan pemerintahan Sri Jayawarsa. Kebanyakan dari prasastinya memuat hal-hal keagamaan.
Prabu Jayabaya
Prabu Jayabaya adalah satu-satunya raja yang mengantarkan Kerajaan Kediri ke dalam masa-masa keemasan. Dengan taktik, strategi dan kepemimpinannya, semua rakyat pada saat itu dapat hidup sejahtera dan makmur.
Prabu Jayabaya memanfaatkan tanah yang diduduki Kerajaan Kediri, tepatnya di bawah kaki Gunung Kelud, kota Dahono Puro. Tanah tersebut ternyata sangat subur, sehingga Prabu Jayabaya memerintahkan untuk memulai pertanian dan perkebunan di lokasi tersebut. Alhasil, hasilnya sangat bagus dan rakyat menjadi semakin sejahtera.
Sri Saraswera
Sri Saraswera merupakan raja yang sangat taat dengan agama. Hal ini dijelaskan dalam peninggalan prasasti Padelegan II pada tahun 1159 dan juga prasasti Kahyunan pada tahun 1161. Selain itu, raja ini juga memegang teguh budaya dan adat yang berlaku.
Prinsipnya yang hingga terkenal di kalangan rakyat adalah pandangannya terhadap kehidupan manusia. Menurutnya, manusia mempunyai tujuan akhir moksa, yaitu pemanunggulan jiwatma dan pramatma. Jalan yang benar adalah jalan yang mempunyai tujuan akhir untuk menjadi satu. Apabila sebaliknya, maka jalan itu bukan jalan yang benar.
Sri Aryeswara
Sri Aryeswara memerintah pada tahun 1171, jika dilihat dari catatan sejarah prasasti Angin pada tanggal 23 Maret 1171. Raja ini mempunyai lambang yang sangat terkenal hingga sekarang, yaitu patung gajah Ganesha. Raja ini memiliki gelar abhisekanya Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Sri Gandra
Melalui sejarah prasasti Jaring pada tahun 1181, bisa diketahui bahwa masa tersebut adalah masa pemerintahan Sri Gandra. Uniknya, Sri Gandra menggunakan nama hewan sebagai gelar pangkat seseorang di istananya. Nama-nama hewan tersebut menunjukkan tinggi rendah pangkatnya seseorang dalam istana. Salah satu contoh pangkat rendah adalah kebo.
Sri Kameswara
Pada masa pemerintahan Sri Kameswara pada tahun 1182 hingga 1185 ini, kerajaan Kediri sempat mengalami masa kejayaan. Yang menjadi khas dari pemerintahannya adalah berkembangnya seni sastra. Terbukti dari banyaknya cerita-cerita rakyat yang dikenal pada saat itu. Yang paling terkenal adalah kitab Smaradhana karangan dari Mpu Dharmaja.
Sri Kertajaya
Raja terakhir yaitu Sri Kertajaya, memerintah Kerajaan Kediri dari tahun 1190 hingga 1222 Masehi. Raja yang dikenal dengan nama Dandan Gendis ini tidak mampu menjaga kestabilan kerajaan di internal, karena perseteruan konstannya dengan kaum Brahmana.
Lambat laun, semakin banyak kaum Brahmana yang meminta pertolongan pada Ken Arok. Atas permintaan kaum Brahmana, Ken Arok selaku pimpinan Kadipaten Tumapel menyatakan perang kepada raja Sri Kertajaya. Perang ini terjadi pada tahun 1222, yang berlokasi di Ganter.
Hasil peperangan dimenangkan oleh Ken Arok dan Kerajaan Kediri pun runtuh dan menjadi bagian dari kerajaan Tumapel. Sejarah prasasti yang memuat masa pemerintahan Sri Kertajaya adalah prasasti Kamulan tahun 1194, prasasti Palah tahun 1197, prasasti Galunggung tahun 1194, prasasti Negarakertagama, Pararaton hingga prasasti Wates Kulon tahun 1205.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Kediri
Sebuah kerajaan pasti ada peninggalan-peninggalan yang menceritakan sejarah ataupun harta benda yang dimiliki pada masa kejayaannya. Untuk Kerajaan Kediri, kerajaan Hindu terbesar di Indonesia ini pun juga memiliki peninggalan yang beragam.
Kebanyakan, peninggalan tersebut berupa prasasti dan juga buku atau kitab yang merupakan karya sastra pada jamannya.
Berikut adalah prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh kerajaan Kediri:
- Lawudan (1127 Saka/1205)
- Hantang (1057 Saka/1135 M)
- Turun Hyang (974 Saka/1052 M)
- Jaring ( 1103 Saka/1181)
- Padlegan (1038 Saka/1116)
- Banjaran (974 Saka/1052)
Selanjutnya adalah peninggalan berupa buku. Buku ini tidak bisa disebut sembarang buku karena ini merupakan kitab yang biasanya diciptakan oleh Mpu-mpu yang sakti dan terkenal.
Kebetulan, pada jaman kejayaan Kerajaan Kediri, karya sastra sempat mengalami percepatan secara pesat, sehingga Kerajaan Kediri meninggalkan cukup banyak kitab dibanding Kerajaan lainnya.
Karya Sastra yang sangat terkenal pada saat itu di antaranya adalah:
- Samanasantaka karangan Mpu Monaguna.
- Kresnayana karangan Mpu Triguna.
- Smaradhahana gubahan Mpu Dharmaja.
- Baharatayuda gubahan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
- Wertasancaya karangan Mpu Tan Akung.
- Gatotkacasraya serta Kitab Hariwangsa gubahan Mpu Panuluh.
- Lubdaka karangan Mpu Tan Akung.
Karya sastra tersebut kebanyakan mengajarkan kepada rakyatnya untuk selalu berbuat kebaikan. Dengan berbuat baik, maka suatu saat akan tercipta persatuan umat yang berujung pada persatuan bangsa. Sejak dahulu, memang sudah diidam-idamkan persatuan Nusantara oleh banyak orang di seluruh penjuru Indonesia.
Itu tadi adalah sepenggal sejarah dari Kerajaan Kediri. Kami sudah membahas mulai dari terbentuknya hingga runtuhnya kerajaan ini, nama-nama raja hingga peninggalan yang terkenal. Semoga dengan adanya artikel ini, dapat menjadikan wawasan Anda lebih luas lagi terhadap pengetahuan sejarah Kerajaan-kerajaan di Indonesia.