Mari kita Mengulik Kisah Kerajaan Singasari dan Perebutan Kekuasan yang Diwarnai Dengan Pertumpahan Darah.
Kerajaan Singasari merupakan salah satu kerajaan yang ada di Jawa Timur. Singasari atau yang juga ditulis Singosari atau Singasari didirikan pada tahun 1222 oleh Ken Arok. Kerajaan yang satu ini diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang, Jawa Timur. Pada masanya, kerajaan yang satu ini memiliki kejayaan yang cukup besar.
Namun, sebelum Kerajaan tersebut besar dan memiliki kejayaan seperti yang banyak diketahui orang, ternyata Singasari merupakan daerah bawahan dari Kerajaan Kediri. Hal ini dijabarkan menurut Pararaton. Pada saat itu, yang menjabat sebagai Akuwu (setara dengan Camat) ialah Tunggul Ametung.
Kemudian, ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat yang dilakukan oleh pengawalnya sendiri yaitu Ken Arok. Setelah berhasil membunuh tuannya, kemudian Ken Arok menjadi Akuwu baru dan menikahi istri dari Tunggul Ametung sendiri yakni Ken Dedes. Setelah menjadi Akuwu baru, Ken Arok berniat untuk melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Suatu peristiwa penting kemudian terjadi, pada tahun 1254 terjadilah sebuah perseteruan antara Raja Kerajaan Kediri yaitu Kertajaya dengan kaum Brahmana. Para Brahmana tersebut lalu menggabungkan diri bersama dengan Ken Arok dan mengangkatnya menjadi raja pertama dari Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
Karena perseteruan tersebutlah membuat sebuah perang meletus melawan Kerajaan Kediri yang terjadi di Desa Ganter. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Tumapel. Negarakertagama menyebutkan bahwa tahun yang sama berdirilah sebuah Kerajaan Tumpel, akan tetapi tidak menyebutkan Ken Arok.
Justru, dalam naskah tersebut disebutkan bahwa raja pendiri Kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Raja tersebutlah yang disebutkan berhasil mengalahkan Kertajaya, raja dari Kerajaan Kediri. Sementara itu, pada sebuah Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara pada tahun 1255, menyebutkan jika Pendiri dari Kerajaan Tumapel itu ialah Bhatara Siwa.
Nah, nama tersebut mungkin saja gelar anumerta dari Ranggah Rajasa. Hal ini dikarenakan dalam Negarakertagama, arwah dari pendiri Kerajaan Tumapel dipuja-puja sebagai Siwa. Lain halnya yang disebutkan Pararaton, menyebutkan bahwa sebelum maju perang melawan Kerajaan Kediri ternyata Ken Arok memakai julukan Bhatara Siwa.
Kejayaan dari Kerajaan Singasari itu sendiri ternyata tidak lepas dari perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh para penguasanya. Masing-masing dari mereka menginginkan sebuah kekuaasan untuk menguasai kerajaan tersebut.
Contents
Raja raja Kerajaan Singasari
Berikut penjelasan mengenai beberapa raja yang memerintah Kerajaan Singasari:
Ken Arok
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa Ken Arok adalah raja pertama yang memerintah pada tahun 1222 hingga 1227. Ken Arok sendiri merupakan pendiri dari Kerajaan Singasari. Dengan jabatan yang dimilikinya sebagai raja, kemudian Ken Arok memiliki gelar yakni Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi.
Nah, pada masa pemerintahan Ken Arok inilah kemudian muncul dua dinasti yakni Dinasti Girinda dan Dinasti Rajasa. Ternyata, akhir kehidupan dari Ken Arok sendiri sangatlah tragis, dia meninggal dunia pada tahun 1227 karena dibunuh oleh suruhan anak tirinya yang bernama Anusapati. Kemudian, jasadnya dimakamkan di Kagenengan.
Anusapati
Selepas meninggalnya Ken Arok, tahta kerajaan kemudian jatuh kepada Anusapati. Anusapati ini merupakan anak tiri dari Ken Arok yang tega membunuh ayah tirinya sendiri demi mendapatkan sebuah kekuasaan Kerajaan Singasari.
Pemerintahan dari Anusapati ini sendiri bisa dibilang cukup lama. Anusapati memerintah pada tahun 1227 hingga tahun 1248. Akan tetapi, pada masa pemerintahannya tidak banyak melakukan pembaharuan sehingga Singasari tidak mengalami kemajuan. Hal ini disebabkan karena kegemarannya dalam bermain sabung ayam.
Kemudian, penyebab dari kematian Ken Arok sendiri diketahui oleh anaknya bersama Ken Umang yang bernama Tohjaya. Lalu, Tohjaya mengundang Anusapati ke kediamannya yang bernama Gedong Jiwa. Disana, Tohjaya berniat untuk mengadakan sebuah pesta sabung ayam.
Saat Anusapati tengah asyik menonton sabung ayam, kemudian Tohjaya menusuk Anusapati dengan menggunakan sebuah keris yang dibuat oleh Empu Gandring. Anusapati pun meninggal dunia dan dimakamkan di Candi Kidal.
Tohjaya
Karena kematian dari Anusapati itulah, kemudian Tohjaya naik tahta dan diangkat menjadi Kerajaan Singasari yang ketiga. Masa pemerintahan dari Tohjaya pun tidak lama, ia mati dibunuh oleh anak Anusapati yang bernama Ranggawuni. Untuk melancarkan aksinya dalam membunuh Tohjaya, ternyata Ranggawuni dibantu oleh Mahesa Cempaka dan para pengikutnya untuk meminta hak takhta kerajaan.
Setelah itu, Tohjaya pun memerintahkan pasukannya untuk menangkap Ranggawuni beserta dengan Mahesa Cempaka. Akan tetapi, rencana dari Tohjaya telah berhasil diketahui oleh keduanya dan mereka pun berhasil meloloskan diri. Namun pada akhirnya, Renggawuni dan Mahesa Cempaka mampu menggulingkan pemerintahan Tohjaya dan menjabat sebagai raja yang keempat.
Ranggawuni
Masa pemerintahan dari Ranggawuni ini sendiri juga terbilang cukup lama. Raja Ranggawuni memerintah pada 1248 hingga tahun 1268. Saat ia menjabat menjadi seorang raja, ia memiliki gelar yang bernama Sri Jaya Wisnuwardana. Dalam menjalankan pemerintahannya, Ranggawuni tidak sendiri.
Ia memerintah bersama Mahesa Cempaka yang diangkat sebagai Ratu Angabhaya dan memiliki gelar Narasinghamurti. Lalu, di tahun 1254 Ranggawuni mengangkat putranya yang bernama Kartanegara menjadi raja muda dari Kerajaan Singasari.
Hal tersebut bertujuan untuk mempersiapkan Kartanegara sebagai raja besar berikutnya yang ada di Kerajaan Singasari. Di tahun 1268, Ranggawuni meninggal dunia ini juga menjadi akhir pemerintahannya. Ia dimakamkan di Candi Waleri sebagai Siwa dan di Candi Jago sebagai Buddha.
Kartanegara
Sepeninggal ayahnya, Ranggawuni pun naik tahta dan memerintah Kerajaan Singasari. Kartanegara merupakan raja terbesar sekaligus raja terakhir dari kerajaan tersebut. Raja Kartanegara dapat memerintah kerajaannya dengan sangat baik, sehingga banyak hal yang diperbaiki dan disempurnakan dalam kerajaan.
Bahkan, Kartanegara pun berani melangkah keluar wilayah Jawa Timur untuk menyatukan Nusantara. Ini merupakan cita-citanya yang paling mulia. Raja Kartanegara sendiri memerintah pada tahun 1268 hingga tahun 1292.
Meski kehidupan politik dari Kerajaan Singasari ini terjadi perebutan kekuasaan dengan saling membunuh satu sama lain, namun pada akhirnya kerajaan tersebut bisa diperintah oleh seorang raja yang mampu membuat Singasari memiliki kekuasaan yang amat besar. Yakni Kartanegara yang merupakan raja terbesar sekaligus raja terakhir dari kerajaan tersebut.
Sama halnya dengan beberapa kerajaan lainnya, Kerajaan Singasari juga memiliki kehidupan ekonomi untuk memenuhi segala kebutuhan kerajaan beserta rakyatnya. Berikut kehidupan ekonomi yang dimiliki oleh kerajaan tersebut.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari merupakan sebuah kerajaan yang terletak di sekitar lembah Sungai Brantas. Karena letak kerajaan inilah yang membuat mata pencaharian kerajaan tersebut ialah pertanian. Dengan hasil bumi yang sangat melimpah, hal ini membuat Raja Kartanegara mampu memperluas wilayah strategisnya untuk perdagangan.
Selain pertanian yang menjadi mata pencaharian masyarakat, perdagangan juga menjadi sektor perekonomian masyarakat yang ada di kerajaan tersebut. Adanya Sungai Brantas tentu saja membuat lalu lintas perdagangan menjadi lebih mudah baik dengan antar wilayah pedalaman ataupun dengan wilayah luar.
Raja Kartanegara mampu memimpin perekonomian masyarakatnya dengan sangat baik, tidak heran jika raja tersebut mampu membuat Singasari menjadi sebuah kerajaan besar pada masa pemerintahannya. Kehidupan perekonomian masyarakat Singasari saat pemerintahan Kartanegara pun sangatlah makmur.
Selain memiliki kehidupan perekonomian yang sangat baik, ternyata kehidupan sosial budayanya juga turut menjadi perhatian. Kehidupan yang dialami oleh para warganya tentu berbeda-beda dari raja yang satu ke raja yang lainnya. bagaimanakah kehidupan sosial budaya yang dialami oleh masyarakat Kerajaan Singasari itu sendiri? Berikut penjelasannya.
Kehidupan Sosial Budaya
Pada saat pemerintahan Ken Arok hingga Wisnuwardana, kehidupan sosial budaya masyarakat Singasari mengalami pasang surut. Di masa pemerintahan raja pertama yakni Ken Arok, kehidupan masyarakatnya ternyata sangatlah makmur. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya para pendeta.
Dimana para pendeta tersebut meminta perlindungan kepada Raja Ken Arok dari perlakuan Raja Kertajaya. Inilah yang menjadi alasan mengapa kehidupan sosial dan budaya pada masa pemerintahan raja pertama sangatlah makmur.
Ketika Ken Arok dibunuh oleh Anusapati lalu kemudian ia naik takhta menjadi raja berikutnya, ternyata kehidupan masyarakat Singasari tidak sebaik sebelumnya. Kehidupan masyarakatnya sangat terabaikan karena Raja Anusapati lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain sabung ayam bukan malah membangun kerajaan dan mengurusi rakyatnya.
Kemudian, pada saat Wisnuwardana diangkat menjadi seorang raja di Kerajaan Singasari kehidupan masyarakat mulai membaik. Rakyat menjadi semakin makmur setelah Kartanegara naik takhta dan menjadi raja di kerajaan tersebut.
Berkat usaha yang dilakukan oleh Raja Kertanegara, masyarakat dapat hidup dengan aman, damai dan tentram. Bahkan, Kerajaan Singasari bisa memperluas kerajaannya hingga ke wilayah Madura, Jawa Nusa Tenggara, Bali, Melayu, Semenanjung Malaka, Sulawesi, Kalimantan hingga ke Maluku.
Dengan perluasaan kekuasaan yang dilakukannya tersebut, terbukti bahwa Singasari memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menyatukan Nusantara. Tak heran, jika Kerajaan Singasari menjadi salah satu kerajaan Nusantara yang sangat besar pada zamannya. Tentu, hal ini berkat kerja keras dan usaha yang dilakukan oleh Raja Kartanegara.
Setelah mengetahui kehidupan perekonomian dan sosial budaya, sebuah kesimpulan menyatakan bahwa kejayaan dari kerajaan ini berada saat dipimpin oleh Raja Kartanegara yang mampu mengembangkan kerajaan tersebut sehingga memiliki kekuasaan yang sangat luas,
Terlepas dari perebutan kekuasaan yang pernah terjadi dengan saling membunuh satu sama lain karena balas dendam, akhirnya Kerajaan Singasari dapat memiliki seorang pemimpin yang lebih adil dalam memerintah masyarakat kerajaan tersebut.
Masa Kejayaan Kerajaan Singasari
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kerajaan yang berasal dari Jawa Timur ini dapat berkembang dan memiliki kekuasaan yang sangat luas semenjak pemerintahan Raja Kartanegara.
Pada puncak kejayaannya, Raja Kartanegara kemudian mengutus tiga maha menteri yakni, Maka Menteri I Hino, Maha Menteri I Halu serta Maka Menteri I Sirikan. Setelah memilih maha menteri tersebut, kemudian Raja Kartanegara menempatkannya dalam beberapa bidang sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Raja Kartanegara dalam memerintah Kerajaan Singasari bisa dibilang sangatlah tegas. Raja tidak segan mengganti pejabat yang tidak memiliki kualitas baik saat menjalankan tugasnya. Bahkan, untuk mengembangkan Singasari ini sendiri, Raka Kartanegara melakukan hubungan persahabatan dengan beberapa kerajaan besar lainnya.
Berkat pemerintahan dari Raja Kartanegara inilah, Kerajaan Singasari menjadi kerajaan terkuat dalam bidang perdagangan dan militer. Tak heran, jika banyak daerah yang dikuasai oleh kerajaan tersebut. Kejayaan yang dimiliki oleh kerajaan tersebut berkat kerja keras dari Raja Kartanegara.
Berdirinya kerajaan yang satu ini juga tidak terlepas dari peran Ken Arok dan Wangsa Rajasa selalu pendirinya. Namun, ternyata sejarah berdirinya kedua kerajaan tersebut cukup berbeda dalam dua kitab yang menjelaskan berdirinya Kerajaan Singasari.
Dalam Kitab Pararaton kesuksesan dan kekuasaan yang dimiliki oleh para Raja Singasari diperoleh dengan pertumpahan darah dan aksi balas dendam. Namun, hal tersebut sedikit berbeda dengan Kitab Negarakertagama dimana menjelaskan bahwa tidak ada pertumpahan darah diantara raja pengganti dan raja sebelumnya dari Kerajaan Singasari.
Ini dikarenakan Kitab Negarakertagama merupakan sebuah kitab pujian untuk Hayam Wuruk sehingga dimaksudkan untuk menutupi aib para leluhurnya. Di bawah ini ada silsilah dari Kerajaan Singasari beserta generasi-generasinya.
Generasi Pertama
Di generasi pertama ini, terjadi sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh Ken Arok terhadap Tunggul Ametung untuk bisa mendapatkan kekuasaan. Kemudian Ken Arok memperistri Ken Dedes yang merupakan istri dari Tunggu Ametung. Pernikahan antara Ken Arok dan Ken Dedes kemudian memiliki 4 anak yang bernama Mahisa Wongga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya serta Dewi Rimba.
Selain itu, Ken Arok juga memiliki anak tiri dari pernikahan Tunggu Ametung dan Ken Dedes yakni Anusapati. Ken Arok kemudian menikah lagi dengan Ken Umang dan memiliki 4 orang anak yakni Panji Tohjaya, Sudhatu, Wregda, serta Rambi.
Generasi Kedua
Pada generasi ini, Singasari dipimpin oleh anak tiri Ken Arok yakni Anusapati dan anak kandung Ken Arok bersama Ken Dedes yakni Mahingga Wongga Teleng. Lalu, Anusapati memiliki anak yang dinamakan Tohjaya yang kemudian akan menjadi raja keempat Kerajaan Singasari.
Sementara itu, Mahisa Wongga Teleng memiliki dua orang anak yang bernama Mahisa Cempaka dan Waning Hyung yang nantinya akan menjadi permaisuri keempat kerajaan tersebut.
Generasi Ketiga
Nah, pada generasi yang satu inilah terjadi persatuan darah antara keturunan dari Ken Arok dan keturunan Tunggu Ametung yakni Kartanegara. Kartanegara sendiri merupakan anak pertama dari Ranggawuni dan Waning Hyung. Dari generasi inilah yang kemudian akan muncul cikal bakal Raja Majapahit.
Mahisa Cempaka memiliki keturunan yang dinamakan Dyah Lembu Tal yang mana juga bekerjasama dengan Kartanegara untuk membangun Kerajaan Singasari.
Generasi Keempat
Pada generasi keempat, Dyah Lembu Tal menikah dengan seorang putra mahkota dari Kerajaan Padjajaran yang bernama Rakeyan Jayadarma. Pada pernikahan inilah akan lahir raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit yang bernama Sangrama Wijaya.
Ternyata, ada dua faktor penyebab runtuhnya Kerajaan Singasari itu sendiri, yakni pemberontakan yang terjadi dari dalam negeri dan tekanan dari luar. Tekanan dari luar sendiri datang dari Dinasti Yuan yang berada di China serta dari Khubilai Khan. Dimana Khubilai Khan menghendaki Kerajaan Singasari untuk berada di bawah kekuasaan China.
Akan tetapi, Kartanegara menolaknya. Kemudian Kartanegara lebih fokus dengan pertahanan laut dan mengabaikan pertahanan yang ada di dalam kerajaan. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Jayakatwang, penguasa Kediri pada tahun 1292. Jayakatwang menyerang Singasari dan membunuh Raja Kartanegara.
Karena pembunuhan itulah yang menjadi penyebab runtuhnya kerajaan besar Singasari. Sejak saat itu, kekuasaan dari kerajaan tersebut pun mulai pudar. Bahkan, beberapa wilayah kekuasannya pun mulai lepas satu persatu dan dikuasai oleh kerajaan lain.
Kerajaan Singasari menjadi salah satu kerajaan besar Nusantara. Kekuasaan dan kecerdikan Kartanegara dalam memerintah Singasari ternyata dapat menyatukan Nusantara. Namun sayang, kerajaan yang satu ini pun harus runtuh karena mendapat tekanan dari luar sekaligus serangan dari dalam.
Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Singasari
Terdapat beberapa peninggalan kerajaan Singasari yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Timur. Peninggalan-peninggalan tersebut berupa candi dan prasasti yang terdiri dari sebagai berikut ini.
Candi Singasari
Candi ini terletak di pusat dari kerajaan Singasari yaitu diantara pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Dijelaskan dalam kitab Negarakertagama bahwa candi ini merupakan kediaman terakhir dari Raja Kertanegara yang juga merupakan raja terakhir. Penjelasan tersebut juga terdapat dalam prasasti Gajah Mada pada tahun 1351 Masehi.
Dalam penjelasan tersebut juga disebutkan tahun wafatnya Raja Kertanegara yaitu pada tahun 1292 dikarenakan serangan dari tentara Gelang-Gelang. Tentara tersebut dipimpin oleh seseorang bernama Jayakatwang. Beberapa sumber mengatakan bahwa pembangunan dari candi Singasari ini dianggap tidak pernah selesai.
Arca Dwarapala
Patung Arca Dwarapala peninggalan dari kerajaan Singasari ini memiliki perawakan yang menyeramkan. Adapun maksud dari keberadaan Arca Dwarapala ini menunjukkan pintu gerbang dari kerajaan Singasari.
Berdasarkan hal tersebut, Arca Dwarapala merupakan simbol dari penjaga pintu kerajaan Singasari. Dengan demikian jika menjumpai Arca ini maka hal tersebut menunjukkan tanda bahwa seseorang tersebut masuk ke dalam wilayah Kotaraja. Arca Dwarapala yang tingginya 3,7 m terbuat dari batu monolitik.
Candi Sumberawan
Merupakan satu-satunya peninggalan kerajaan Singasari yang berupa stupa yang terletak sekitar 6 km dari candi Singasari. Candi ini juga menjadi tempat yang digunakan oleh umat Buddha pada masa lampau.
Candi ini memiliki pemandangan yang sangat indah karena letaknya yang berada di dekat telaga. Terlebih air yang terdapat pada telaga tersebut juga sangat bening. Oleh karena itu, candi ini dikenal dengan nama Candi Sumberawan.
Candi Jago
Candi Jago memiliki arsitektur berupa susunan seperti teras punden berundak. Berdasarkan arsitektur tersebut, bagian atas dari candi hanya menyisakan setengah bagian saja. Hal tersebut dikarenakan menurut sejarah candi ini pernah disambar oleh petir.
Bagian lain dari candi ini juga disertai dengan adanya relief Kunjarakarna dan relief Pancatantra. Adapun jenis batu yang digunakan untuk membangun seluruh bangunan dari candi ini adalah batu andesit. Menurut cerita, candi ini merupakan tempat yang digunakan untuk beribadah oleh Raja Kertanegara.
Selain itu, tujuan dibangunnya candi ini juga dibangun atas perintah dari Raja Kertanegara sebagai bentuk penghormatan untuk wafatnya ayahanda, Raja Wisnueardhana.
Candi Jawi
Candi yang dibangun sekitar abad ke-13 ini memiliki nama asli Jajawa. Candi ini terletak cukup jauh dari pusat kerajaan Singasari yaitu pertengahan jalan raya Pandaan-Prigen dan Pringebukan, tepatnya di Desa Candi Wates. Banyak yang mengira candi ini sebagai tempat ibadah umat Buddha.
Namun sesungguhnya candi Jawi merupakan tempat penyimpanan dari abu Raja Kertanegara atau disebut juga dengan pedharmaan. Akan tetapi, sebagian lain dari abu tersebut juga disimpan di candi Singasari sehingga Candi Jago, Candi Jawi, dan juga Candi Singasari dapat dikatakan memiliki hubungan yang sangat erat.
Candi Kidal
Candi terakhir yang merupakan peninggalan kerajaan Singasari adalah candi Kidal yang merupakan bentuk penghormatan dari Anusapati sebagai raja kedua. Raja Anusapati sendiri telah berkuasa sekitar 20 tahun yaitu mulai dari tahun 1227 hingga tahun 1248.
Jatuhnya kekuasaan Raja Anusapati disebabkan oleh kematiannya yang terbunuh oleh Panji Tohjaya. Kejadian tersebut juga diyakini sebagai kutukan dari Mpu Gandring dan juga merupakan suatu bentuk dari perebutan kekuasaan.
Prasasti Singasari
Letak ditemukannya prasasti ini adalah di kabupaten Malang yaitu daerah Singasari. Tulisan dalam prasasti ini menggunakan aksara jawa dan ditulis pada tahun 1351 Masehi. Isi tulisan dari prasasti Singasari adalah mengenai penghormatan dari pembangunan candi pemakaman oleh Mahapatih Gajah Mada.
Pada tulisan tersebut, bagian pertama berisi tanggal yang ditulis secara detail serta penggambaran letak benda-benda angkasa. Kemudian tulisan dilanjutkan dengan tujuan penulisan prasasti tersebut yaitu untuk mengabarkan tentang pembangun candi pemakaman.
Prasasti Manjusri
Prasasti ini ditulis pada bagian belakang Arca Manjusri sebagai bentuk dari sebuah manuskrip. Tahun yang tertulis pada prasasti ini adalah tahun 1343. Prasasti Manjusri yang saat ini berada di Museum Nasional Jakarta dulunya diletakkan di Candi Jago. Hal tersebut dikarenakan tempat asal dari prasasti Manjusri ini memang berada di Candi Jago.
Prasasti Wurare
Prasasti Wurare merupakan peninggalan sejarah kerajaan Singasari yang berisi tulisan tentang sebuah peringatan. Peringatan tersebut berupa penobatan Arca Mahaksobhya yang berada di suatu tempat bernama Wurare.
Bahasa yang digunakan dalam prasasti ini adalah bahasa sansekerta dengan keterangan waktu yaitu pada tanggal 21 November 1289 Masehi. Tujuan dibuatnya prasasti ini adalah sebagai bentuk penghormatan dari Raja Kertanegara yang telah mencapai derajat Jina.
Prasasti Mula Malurang
Merupakan prasasti yang berupa piagam penganugerahan dan juga sebagai pengesahan dari desa Mula serta desa Malurung. Anugerah tersebut diberikan kepada seseorang bernama Pranaraja. Prasasti Mula Malurang ini memiliki bentuk seperti lempengan-lempengan tembaga.
Penerbitan dari prasasti ini diperintahkan kepada Raja Kertanegara oleh ayah handanya pada tahun 1255. Adapun ditemukannya lempengan prasasti ini adalah pada waktu yang berbeda antara keduanya. Satu lempengannya ditemukan di sekitar kota Kediri pada tahun 1975.
Baca juga kerajaan Majapahit
Kemudian lempengan kedua baru ditemukan pada tahun 2001 tepatnya di bulan Mei. Lokasi ditemukannya lempengan kedua tersebut tidak jauh berbeda dengan penemuan lempengan sebelumnya yaitu di lapak penjual barang loan. Namun saat ini, kedua lempengan tersebut sudah diamankan di Museum Nasional Jakarta.