Sunan Giri – Sunan Giri adalah salah satu sunan atau wali songo yang di zaman dahulu menjadi penyebar agama islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Sunan Giri atau yang sering disebut dengan nama Raden Paku, sempat diberi nama Joko Samudro oleh ibu angkatnya. Karena ia ditemukan di lautan, sehingga diberi nama Samudro atau Samudra.
Kemudian oleh salah seorang gurunya, Sunan Giri diberi nama lagi Syeikh Maulana Ishaq sesuai dengan nama ayahnya. Sunan Giri merupakan putra dari seorang Mubaligh, yang berasal dari daerah Asia Tengah. Ayah Sunan Giri menikah dengan Dewi Sekardadu. Yang merupakan seorang putri dari Raja Hindu di Blambangan Jawa Timur.
Asal Usul Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra dari Syekh Maulana Ishaq seorang ulama yang berasal dari Gujarat, yang kemudian menetap di Indonesia tepatnya di Pasai. Atau yang kini lebih kita kenal dengan nama Aceh. Sedangkan ibunya adalah Dewi Sekardadu, yang merupakan putri dari seorang Raja Hindu di Blambangan Jawa Timur.
Kisah dari salah satu Wali Songo alias Sunan Giri ini dimulai ketika, ayahnya yaitu Maulana Ishaq tertarik untuk mengunjungi wilayah Jawa Timur. Tujuannya adalah untuk menyebarkan agama islam di sana. Saat itu ia bertemu dengan Sunan Ampel yang masih menjadi sepupunya. Ia pun disarankan untuk berdakwah di daerah Blambangan, yang letaknya di sebelah Selatan Banyuwangi Jawa Timur.
Pada saat itu hampir seluruh masyarakat di Blambangan sedang terjangkit suatu penyakit. Termasuk Dewi Sekardadu yang merupakan seorang putri dari raja yang berkuasa di sana. Sudah banyak tabib yang mencoba mengobatinya, tetapi belum ada yang berhasil menyembuhkannya. Hingga pada suatu ketika, Raja pun membuat suatu sayembara.
Yang dimana isinya yaitu sebagai berikut : ” Barang siapa yang mampu atau berhasil mengobati Sang Dewi, maka akan dijodohkan oleh Sang Dewi jika ia laki-laki. Tetapi jika ia perempuan maka ia akan diangkat menjadi saudara perempuan Sang Dewi.” Sayangnya pada saat itu tidak ada yang mampu menyanggupi hal itu, atau yang memenangkan sayembara yang dibuat oleh Raja.
Di tengah keputusasaannya Raja pun mengutus Bajul Sengara untuk mencari seorang pertapa sakti pada zaman itu. Di dalam pencariannya Sang Patih pun bertemu dengan seorang pertapa sakti yang bernama Resi Kandayana. Resi tersebut memberi informasi tentang keberadaan Syekh Maulana Ishaq.
Tetapi Syekh mau melakukan pengobatan untuk Sang Dewi, dengan catatan Raja dan keluarga harus masuk islam, jika ia berhasil menyembuhkan Sang Dewi. Ternyata ia berhasil menyembuhkan Sang Dewi, dan tidak lama kemudian mereka pun dinikahkah. Raja dan keluarga Dewi Sekardadu pun masuk islam sesuai perjanjian, tetapi sayangnya Sang Raja tidak masuk islam dengan sepenuh hati.
Ia juga iri dengan keberhasilan Syekh Maulana dalam mengajak sebagian besar rakyatnya untuk masuk agama islam. Singkat cerita, ia pun berusaha menghalangi syiar islam yang dilakukan oleh Syekh Maulana. Bahkan ia juga mengutus orang kepercayaannya untuk membunuh Syekh Maulana. Sampai akhirnya Syekh kembali ke Pasai karena merasa jiwanya terganggu di sana.
Kelahiran Sunan Giri
Sebelum Syekh Maulana Ishaq pergi ia pun berpesan kepada Dewi Sekardadu, yang saat itu sedang hamil 7 bulan. Ia berpesan bahwa jika anaknya lahir nanti mohon diberi nama Raden Paku. Tetapi sayangnya karena kebencian Sang Raja pada Syekh, ketika cucunya yang adalah Sunan Giri itu lahir ia pun membuangnya ke lautan.
Dilansir dari sebuah buku mengenai Kisah Teladan Wali Songo, kelanjutan cerita dari Sunan Giri ini yaitu ditemukannya ia di lautan oleh seorang awak kapal dagang. Yang berasal dari Kota Gresik yang pada saat itu sedang menuju ke Pulau Bali. Bayi yang ia temukan itu diberikan kepada Nyai Ageng Pinatih, yang merupakan pemilik dari kapal tersebut.
Tak lama kemudian bayi yang ditemukan di laut tersebut, diangkat anak oleh Nyai Ageng Pinatih. Yang juga merupakan saudagar kaya yang berasal dari Kota Gresik. Oleh Nyai Ageng Pinatih Sunan Giri diberi nama Joko Samudro. Lalu Joko Samudro yang tak lain adalah Sunan Giri, diasuh dan juga dibesarkan oleh Nyai Ageng Pinatih.
Pada saat ia berumur 7 tahun Nyai Ageng Pinatih menitipkannya di sebuah padepokan Sunan Ampel. Untuk belajar agama islam, yang letaknya di wilayah Kota Surabaya. Sunan Ampel pun memberinya gelar yang disebut dengan Maulana Ainul Yaqin. Karena Sunan Giri dianggap sebagai murid yang cerdas oleh Sunan Ampel.
Pada akhirnya ia belajar agama islam di padepokan Sunan Ampel selama bertahun-tahun. Ia dan Raden Maulana Makhsum Ibrahim yang merupakan anak dari Sunan Ampel, diutus oleh Sunan Ampel untuk belajar islam lebih dalam di Makka. Tetapi sebelumnya ia harus menemui Syekh Maulana Ishaq di Pasai, yang merupakan ayah dari Sunan Giri.
Sunan Ampel memang ingin mempertemukan ayah dan anak yang telah terpisah selama bertahun-tahun lamanya. Selama sekitar 7 tahun belajar agama islam di Pasai dengan ayahnya, mereka pun kembali lagi ke Pulau Jawa. Saat itulah Maulana Ishaq memberi Sunan Giri segenggam tanah, dan ia diminta untuk membangun pesantren di tanah yang jenis dan baunya sama dengan tanah yang ia beri.
Kisah Dan Perjuangan Sunan Giri Dalam Menyebarkan Agama Islam
Setelah kembali ke Pulau Jawa Sunan Giri atau Raden Paku pun pulang ke Kota Gresik, dan di sanalah ia membangun sebuah pesantren sesuai dengan yang diamanahkan oleh ayahnya. Ia pun berjalan cukup jauh untuk menemukan tanah yang dimaksud oleh ayahnya. Setelah menemukan tanah yang serupa dengan segenggam tanah yang diberikan ayahnya, ia pun mendirikan sebuah pesantren di sana.
Nama daerah tempat ia membangun pesantren tersebut adalah Desa Sidomukti, yang terletak di daerah dataran tinggi. Itulah mengapa ia diberi nama Sunan Giri, karena Giri artinya adalah gunung atau dataran tinggi. Lambat laun pesantren yang ia bangun pun dikenal oleh seluruh Nusantara, hanya dalam waktu 3 bulan saja.
Dengan terkenalnya pesantren Sunan Giri tersebut, banyak sekali anak-anak yang menimba ilmu agama islam di pesantrennya. Sehingga hal itu semakin memudahkannya untuk berdakwah di Pulau Jawa. Sunan Giri memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kerajaan-kerajaan islam baik di Pulau Jawa, maupun di luar Pulau Jawa.
Selain itu Sunan Giri juga telah mendirikan sebuah kerajaan yang dinamakan Giri Kedaton. Kerajaan tersebut hanya bertahan selama 200 tahun saja. Setelah ia meninggal, ia pun digantikan oleh beberapa orang keturunannya. Diantaranya yaitu :
1. Sunan Dalem
2. Sunan Sedomargi
3. Sunan Giri Prapen
4. Sunan Kawis Guwa
5. Panembahan Ageng Giri
6. Panembahan Mas Witana Sideng Rana
7. Pangeran Sinonegoro (bukan keturunan Sunan Giri)
8. Pangeran Singosari
Saat itu Pangeran Singosari berjuang keras dalam mempertahankan Sunan Giri Kedaton, dari serangan Sunan Amangkurat II yang pada saat itu ingin merebut kerajaan. Perjuangan tersebut dibantu oleh VOC dan Kapten Jonker. Pada akhirnya perjuangan yang dilakukan oleh Sunan Giri ini mendapat hasil yang tidak terlalu buruk.
Tetapi setelah Pangeran Singosari wafat di tahun 1679 Masehi, akhirnya Kerajaan Giri Kedaton pun ikut hancur dan musnah. Tetapi walaupun begitu Sunan Giri tetap dikenang sebagai seorang Ulama Besar Wali Songo sepanjang masa. Bahkan hingga hari ini.
Nama Dan Gelar Yang Dimiliki Oleh Sunan Giri
Sunan Giri telah menuliskan perjalanan dakwahnya selama bertahun-tahun, menjadi sebuah legenda dakwah agama islam yang tidak pernah mati. Bahkan hingga kini Sunan Giri masih bersemayam di hati dan sanubari para umat islam. Banyak dari mereka yang mendatangi, mengajari, mendoakan, menirakati dan memberi teladan tanpa henti pada Sunan Giri.
Berikut ini ada beberapa nama dan gelar yang dimiliki oleh Sunan Giri, yang dikenal oleh banyak masyarakat luas. Antara lain sebagai berikut :
1. Raden Paku
2. Prabu Satmata
3. Sultan Abdul Faqih
4. Raden Ainul Yaqin
5. Joko Samudro
6. Sultan Giri Kedathon
Metode Dakwah Yang Dilakukan Oleh Sunan Giri
Sunan Giri dianggap sebagai penggerak agama islam, yang pada saat itu berpusat di Giri Kedathon. Sama halnya dengan metode dakwah yang dilakukan oleh para penyebar islam lainnya, yaitu dengan cara mendirikan sebuah pesantren. Yang tujuannya yaitu untuk mendidik anak-anak negeri kala itu dengan berbagai macam ilmu pengetahuan agama islam.
Hal lainnya yang ia lakukan dalam berdakwah adalah dengan menciptakan beberapa lagu anak-anak. Serta beberapa jenis permainan yang dimana, dengan sengaja ia memasukkan unsur jiwa yang agamis ke dalamnya. Di antara beberapa permainan anak yang diciptakan oleh Sunan Giri yang sangat terkenal di masyarakat Jawa Timur adalah, Jelungan atau Jitungan.
Permainan tersebut memiliki simbol yaitu 1 tonggak kayu dan pohon yang kuat, dan filosofi yang terdapat di dalamnya yaitu mengajarkan setiap manusia tentang keselamatan hidup. Caranya yaitu dengan selalu berpegang teguh pada agama islam. Sunan Giri juga menciptakan lagu anak-anak yang bermakna agamis, yang berjudul Dolanan Bocah dan Lir Ilir yang hingga kini masih dikenal luas.
Contoh Keteladanan Yang Dimiliki Oleh Sunan Giri
Keteladanan yang dimiliki oleh Sunan Giri dalam menyebarkan agama islam yang dapat kita petik adalah, diperlukan strategi yang baik dalam kegiatan berdakwah. Agar dakwah tersebut mengalami perkembangan yang juga baik. Strategi yang dilakukan oleh Sunan Giri dalam bidang politik adalah, menjadi Sang Propaganda Ulung.
Yang dimana ia mampu menaklukan kerajaan Majapahit sehingga pada akhirnya kerajaan tersebut mengakui kekuasaan Beliau. Kerajaan Majapahit pada zaman itu juga memberi kebebasan pada Sunan Giri untuk berdakwah. Karena dalam menjadi seorang ulama tidak hanya pengetahuan agama islamnya saja yang diperlukan, tetapu dibutuhkan juga kepintaran umum.
Selain itu diperlukan juga kemampuan dalam bernegosiasi dan kepemimpinannya di Pemerintahan. Karena hal itulah yang kita perlukan dalam berdakwah, agar keberadaan kita diakui oleh Pemerintahan. Dengan ikut berkecimpung di dunia politik, maka keberadaan Sunan Giri pun dilihat dan diakui oleh orang-orang di pemerintahan.
Dengan adanya pengakuan dan legalitas yang diharapkan dapat menjadi kemudahan bagi kita, dalam menyebarkan agama islam dengan lebih luas lagi.
Peran Sunan Giri Dalam Menyebarkan Agama Islam
1. Bagaimana islam di daerah Blambangan Jawa Timur
Pada saat Sunan Giri sedang selesai belajar agama di Pasai, ia pun menerukan perjalanannya ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Setelah itu barulah ia kembali lagi ke Jawa, ke tanah kelahirannya. Ia sempat ditugaskan untuk kembali berdakwah di Blambangan, oleh Sunan Ampel. Yaitu ke tempat Prabu Minak Sembuyu berada, yang tak lain adalah kakeknya.
Tak disangka Prabu Minak Sembuyu sangat senang dengan kedatangan cucunya yang ternyata masih hidup, dan sudah dewasa. Saat ia tahu bahwa tujuan Sunan Giri ke Blambangan adalah untuk berdakwah, ia tidak menghalanginya sama sekali. Karena itu agama islam pun menjadi berkembang di Blambangan, dan agama hindu dan budah terdesak sampai ke Pulau bali.
2. Begini perkembangan agama islam di Kota Gresik
Sunan Giri juga sempat ditugaskan untuk kembali ke Kota Gresik oleh Sunan Ampel, untuk mendatangi ibu angkatnya Nyai Ageng Pinatih. Sesampainya di sana ia pun membantu Nyai Ageng Pinatih berdagang sekaligus berdakwah. Ada salah satu peristiwa yang menakjubkan, yang menjadi keistimewaan dari seorang Sunan Giri.
Yaitu pada saat karung yang berisi batu dan pasir dapat diubah oleh Sunan Giri, menjadi damar, rotan, emas, dan lain sebagainya. Akibat dari peristiwa tersebut Nyai Ageng Pinatih yang pada awalnya tidak pernah bersedekah, berubah menjadi orang yang senang berzakat khususnya pada fakir miskin yang ada di sekitar wilayah Kota Gresik.
Dengan demikian agama islam pun menjadi agama yang semakin berkembang di Kota Gresik. Bahkan sampai saat ini, beratus-ratus tahun kemudian.
3. Pembangunan pesantren yang dilakukan oleh Sunan Giri
Setelah Sunan Giri menikah ia tetap membantu ibu angkatnya berdagang, sambil terus menyebarkan agama islam. Tak heran jika pada akhirnya Sunan Giri semakin dikenal secara luas di seantero Nusantara. Sehingga semakin bertambah orang yang ingin belajar agama padanya, akhirnya ia meminta izin pada ibunya untuk meninggalkan dunia perdagangan.
Karena ia akan fokus dalam membangun pesantren yang pernah diamanahkan oleh ayahnya. Setelah ada persetujuan Sunan Giri pun mengasingkan diri untuk bertafakur selama 40 hari 40 malam. Di sebuah Goa di Desa kembangan di wilayah Kota Gresik. Setelah bertafakur itu ia ingat akan tanah yang diberikan ayahnya, sebagai syarat untuk pembangunan pesantren.
Akhirnya tibalah ia di daerah yang dimaksud, yang sesuai dengan pesan ayahnya harus sesuai dengan tanah yang diberinya. Sunan Giri pun membangun pesantren tersebut dengan bantuan masyarakat Gresik, dan Nyai Ageng Pinatih. Pesantren tersebut terletak di Gunung atau dataran tinggi di Desa Sidomukti.
4. Sunan Giri Berperan Dalam Peresmian Masjid Demak
Sunan Giri juga ternyata berperan dalam meresmikan Masjid Demak. Pada saat itu Sunan Kalijaga akan meresmikan Masjid Demak, dengan sebuah pertunjukan wayang. Di zaman itu pertunjukan wayang hanya berupa wayang beber. Wayang beber adalah jenis wayang yang rupanya menyerupai wajah manusia.
Namun pertunjukkan tersebut ditentang oleh Sunan Giri, karena dalam ajaran islam haram hukumnya menggunakan wayang yang bergambar manusia. Untuk itu Sunan Kalijaga pun membentuk wayang yang berupa karikatur, yang kini dikenal dengan wayang kulit. Saat peresmian Masjid Demak tersebut, tidak ada karcis masuk untuk yang ingin menonton.
Tetapi setiap orang yang ingin menonton harus mengucapkan 2 kalimah syahadat sebagai karcisnya. Sehingga semakin bertambah banyak orang yang masuk agama islam. Dan banyak orang-orang non muslim yang membaca syahadat untuk memeluk islam.
Boleh copy paste, tapi jangan lupa cantumkan sumber. Terimakasih