‘Revolusi Perancis’, apa yang Anda pikirkan dari tema tersebut? Revolusi Perancis adalah masa dimana terjadinya pergolakan sosial dan politik di Perancis, yakni yang terjadi sekitar tahun 1789 hingga 1799. Adanya revolusi tersebut, tentu berdampak besar pada sosial politik di Perancis, dimana sistem pemerintahan Monarki Absolut yang telah dilaksanakan sejak ratusan tahun, harus kandas hanya karena pergerakan rakyat dalam kurun waktu 3 tahun saja.
Ya, segala stratifikasi sosial seperti aristokrasi, feodalisme, serta monarki harus runtuh karena kelompok radikal sayap kiri, masa-masa yang memenuhi jalan, serta para masyarakat petani yang berada di pedesaan. Perlu diketahui, sebelum terjadinya Revolusi Perancis, kondisi sosial politik Perancis masih ditandai dengan kekuasaan absolute yang saat ini dipegang sang Raja Louis XIV.
Dimana kala itu Louis masih menjunjung tinggi kekuasaannya, serta mengatakan bahwa “La Etat C’est Moi!´ yang artinya ‘Negara adalah saya’.
Dengan demikian, Kekuasaan raja mutlak tak terbatasi oleh undang-undang maupun lembaga dewan legislatif sejak pemerintahan Louis XIV. Dan saat itu, badan legislatif yang digunakan adalah Etats Generaux telah dinonaktifkan.
Dari mana sifat Absolut yang dijalankan oleh Raja Raja Perancis tersebut? Yaitu terinspirasi oleh pemikiran tokoh ternama, yakni Niccolo Machiavelli dalam buku yang berjudul “Il Principe” atau ‘Sang Pangeran’. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris maka berjudul “The Prince.”
Selain demikian, perlu diketahui pula, bahwa sebelum meletus Revolusi Perancis, masyarakat Prancis sendiri dibagi menjadi tiga golongan politik, yakni:
- Golongan bangsawan, yakni golongan kaya berjumlah sekitar 400.000 orang.
- Golongan gereja atau agamawan, yakni berjumlah 100.000, yang terdiri atas pendeta dan uskup, serta rahib dan biarawan Katolik.
- Golongan terakhir, yakni mencakup sekitar 99% dari warga negara Prancis. Dimana golongan ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni golongan menengah atau borjuis yang terdiri atas ahli hukum, dokter, pedagang, pemilik pabrik, serta pengusaha. Bagian kedua dari kaum buruh serta pekerja, dan bagian ketiga terdiri atas golongan petani.
Nah, karena pembagian hak-hak politik serta hak-hak istimewa dari antar golongan yang tak terbagi secara merata ini pun, memunculkan berbagai masalah pada masyarakat yang mendorong terjadinya gerakan revolusi Perancis.
Apakah hanya itu saja yang melatarbelakangi nya? Lalu bagaimana proses Revolusi Perancis terjadi? dan bagaimana dampaknya? Selengkapnya, simak materi berikut ini
Contents
- 1 Latar Belakang Terjadinya Revolusi Perancis
- 2 Proses Terjadinya Revolusi Perancis
- 2.1 Pemerintahan Monarki Konstitusional, Berlangsung 1789-1793
- 2.2 Konvensi Nasional atau Pemerintahan Teror, Berlangsung 1793-1794
- 2.3 Pemerintahan Direktorat atau Direktori, Berlangsung 1795-1799
- 2.4 Pemerintahan Konsulat, Berlangsung 1799-1804
- 2.5 Masa Pemerintahan Kaisar, Berlangsung 1804-1815
- 2.6 Pemerintahan Reaksioner
- 3 Dampak Revolusi Perancis
Latar Belakang Terjadinya Revolusi Perancis
Selain adanya perbedaan antar golongan, revolusi Perancis juga dilatarbelakangi oleh tiga faktor, yakni:
Faktor Ketidakadilan Politik
Dalam bidang politik, yang memegang peranan penting adalah kaum bangsawan. Nah, dalam hal ini, kedudukan bangsawan adalah menentukan segala sesuatu, sedangkan raja hanya memegang kekuasaan sebagai pengasah.
Ketidakadilan yang terjadi dalam bidang politik ini terlihat dalam pemilihan pegawai pemerintahan yang dipilih berdasarkan keturunan atau bukan berdasarkan profesi dan keahlian. Dengan hal tersebutlah yang menyebabkan kekacauan administrasi negara, yang akibatnya muncul tindak korupsi dari pegawai pemerintahan.
Kekuasaan Raja yang Absolut
Sebelum terjadi Revolusi Perancis, pemerintahan masih dipegang oleh Louis XIV yang bersifat monarki absolut, sehingga dalam kondisi ini raja dianggap selalu benar, yakni dengan semboyan Louis XIV “l’etat C’est Moi”, yang artinya negara adalah saya.
Tak hanya itu saja, guna mempertahankan keabsolutannya kala itu, Louis XIV juga mendirikan penjara Bastille, yang digunakan untuk memenjarakan siapa saja yang berani menentang keinginan sang raja, sehingga penjara ini berisi orang-orang yang tak disenangi raja.
Bahkan, para tahanan tersebut pun, ditahan menggunakan surat penahanan tanpa sebab arau lettre du cas. Jadi, kekuasaan Absolutisme Louis XIV ini memang tak terkendali, karena kekuasaan sang raja tak dibatasi oleh undang-undang.
Krisis Ekonomi
Tak hanya bidang politik saja yang mengalami kekacauan, terjadinya Revolusi Perancis juga disebabkan karena krisis keuangan. Hal ini karena, kehidupan raja, para bangsawan istana dan Maria Antoinette sang permaisuri Louis XVI yang disebut sebagai Madame deficit, memiliki kehidupan yang sangat mewah dan megah.
Bahkan, terdapat Raja Louis XIV serta Louis XV pun dalam masa jabatannya meninggalkan hutang yang sangat banyak, sehingga hutang negara semakin menumpuk. Dengan hal tersebut, tentu seharusnya satu cara tepat untuk mengatasi krisis keuangan tersebut ialah dengan memungut pajak para kaum bangsawan.
Namun yang fakta yang terjadi adalah golongan bangsawan menolak membayar pajak, dan menyatakan bahwa pajak adalah tanggungan rakyat. Tak sampai disitu saja, bahkan Raja Perancis yakni Louis XVI pun menyadari bahwa masalah yang terjadi terhadap keuangan negara ini sebenarnya bisa diatasi apabila bila setiap warga negara (semua golongan) membayar pajak.
Namun realitas yang terjadi, karena golongan biasa tak memiliki kewibawaan untuk menindak lanjuti golongan 1 dan golongan 2, tentu mau tak mau merekalah yang membayar pajak.
Munculnya Paham Baru
Dan faktor terakhir yang melatarbelakangi terjadinya Revolusi Perancis adalah munculnya pemahaman baru dari filsuf-filsuf pembaharu. Hal ini karena, pengaruh paham rasionalisme para filsuf, yang hanya menerima kebenaran apabila masuk akal. Dengan begitu, paham tersebut pun memunculkan renaisans serta humanisme yang menuntun manusia agar bebas berpikir serta mengemukakan pendapat.
Nah, beberapa filsuf atau tokoh masyarakat Perancis yang terkenal yakni:
- John Locke ( 1685–1753), yang memunculkan karya dengan judul “Two Treaties of Government”, dimana di dalamnya mengumandangkan tentang ajaran kedaulatan rakyat.
- Montesquieu (1689–1755), yang memunculkan karya yang berjudul “L’es prit des Lois” jika diartikan “Jiwa Undang-Undang”. Dimana dalam karyanya ini, memuat tentang teori trias politika, yaitu mengenai pemisahan kekuasaan yang meliputi legislatif sebagai pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang, serta yudikatif sebagai pengatur pengadilan dan pelanggaran pada undang-undang yang telah berlaku. Pemisahan kewenangan ini bertujuan agar tak terjadi pemisahan golongan, serta pemerataan kekuasaan.
- J.J. Rousseau ( 1712–1778), yang memunculkan karya “Du Contract Social” atau jika diartikan “Perjanjian Masyarakat”. Dimana dalam karyanya tersebut Rousseau mengemukakan bahwa kodrat manusia ialah sama serta merdeka, yakni berhak mengatur kehidupannya sendiri.
Proses Terjadinya Revolusi Perancis
Dengan berbagai latar belakang terjadinya Revolusi Perancis di atas, tentu sebagai kelapa pemerintahan yang memegang kekuasaan, raja dituntut untuk bisa mengatasi masalah tersebut. Nah, cara yang digunakan raja adalah dengan memanggil Dewan Perwakilan Rakyat atau Etats Generaux untuk melakukan persidangan.
Namun ternyata dalam persidangan tersebut justru terjadi perdebatan dan pertentangan terhadap hak suara. Dimana golongan I dan II menghendaki agar setiap golongan mempunyai satu hak suara, sedangkan golongan III menghendaki agar setiap wakil mempunyai hak satu suara.
Dengan demikian, tentu bila dilihat proporsi dari jumlah anggota Etats Generaux, yakni golongan I terdiri atas 300 orang, golongan II terdiri atas 300 orang, serta golongan III terdiri atas 600 orang. Jadi, dapat disimpulkan jika golongan I dan II menghendaki kemenangan suara, karena memang golongan III hanya memiliki suara sedikit.
Di sisi lain, jika kehendak dari golongan III yang menang, maka golongan I dan II terancam, sebab ada anggota yang memang pro terhadap rakyat. Setelah pelaksanaan persidangan yang mengalami berbagai pertentangan tersebut, pada 17 Juni 1789, kemudian anggota Etats Generaux yang berasal dari golongan III mengadakan kembali sidang sendiri, dan mendapat dukungan dari sebagian kecil anggota golongan I dan II.
Dalam persidangan ini, disebut sebagai Majelis Nasional, yang memiliki tujuan untuk memperjuangkan agar terbentuk konstitusi tertulis terhadap negara Prancis. Adanya perkumpulan tersebut, tentu raja berusaha untuk membubarkan organisasi yang dipimpin oleh Jean Bailly atas dukungan dari Comtede Mirabeau.
Bahkan selain menggunakan jalan perundingan, pembubaran pun dilakukan secara kekerasan. Karena kekerasan yang dilakukan oleh raja, tentu rakyat sangat marah, dan terjadilah huru-hara yang pada 14 Juli 1789, dengan penyerbuan rakyat yang meruntuhkan penjara Bastille.
Nah, ketika terjadi pemberontakan ini, Louis XVI melarikan diri ke luar negeri, sehingga menjadi kesempatan emas supaya rakyat bisa membentuk pemerintahan baru dengan sifat demokratis. Dengan demikian, Dewan Perancang Undang-Undang, yakni yang terdiri atas Partai Jacobin dan Partai Feullant, kemudian membentuk Konstitusi Prancis pada tahun 1791.
Tak sampai disitu saja, Partai Feullant sebagai partai yang proraja, dan Partai Jacobin sebagai partai yang pro republik beranggotakan kaum Montague dan Geronde yang dipimpin tiga sekawan, yakni Danton, Robespiere dan Marat. Dan pada akhirnya pada 22 Januari 1793 Raja Louis XVI beserta istrinya dijatuhi hukuman pancung oleh quillotine.
Nah, setelah Raja Lous XVI dan istrinya dijatuhi hukuman mati, kemudian Prancis mengalami beberapa jenis pemerintahan, seperti:
Pemerintahan Monarki Konstitusional, Berlangsung 1789-1793
Puncak letusan huru-hara Revolusi Perancis pada 14 Juli 1789, menjadi langkah awal untuk mengambil pemerintah revolusi, yakni dengan membentuk Pasukan Keamanan Nasional dibawah pimpinan Jenderal Lafayette.
Dalam kekuasaannya, yakni dengan membentuk Majelis Konstituante agar menghapus hak-hak istimewa raja, para bangsawan, serta pimpinan gereja, yang kemudian lahirlah semboyan baru dari rakyat yang dikumandangkan oleh J.J. Rousseau, yakni “Liberte, Egalite dan Fraternite”.
Selain itu, dewan perancang undang-undang yang terdiri dari Partai Feullant yang pro terhadap pemerintahan raja absolut, sedangkan Partai Jacobin yang berkehendak untuk membentuk negara republik. Namun dengan meninggalnya Louis XVI akhirnya negara Perancis menggunakan sistem pemerintahan republik
Konvensi Nasional atau Pemerintahan Teror, Berlangsung 1793-1794
Setelah menggunakan sistem pemerintahan republik, kemudian menggunakan sistem pemerintahan teror. Namun pada masa ini, pemerintah cenderung bersikap keras, radikal dan tegas demi menyelamatkan negara.
Di bawah pimpinan Robespierre yang berasal dari kelompok Montagne, orang yang kontra dengan revolusi akan dianggap musuh Prancis, sehingga hanya berkisar kurun waktu satu tahun saja, telah ada 2.500 orang Perancis yang dieksekusi mati, termasuk permaisuri dari Louis XVI, yakni Marie Antoinette.
Pemerintahan Direktorat atau Direktori, Berlangsung 1795-1799
Seperti dengan namanya, pada masa pemerintahan Direktori ini, pemerintahan dipimpin oleh para direktur terbaik, yang terdiri dari lima orang warga terbaik. Dimana masing-masing direktur tersebut, berwewenang untuk mengatur masalah politik sosial, ekonomi, keagamaan dan pertahanan-pertahanan.
Disamping itu, pemerintah direktori ini, tak dilakukan secara demokratis, karena hak pilih hanya diberikan pada pria dewasa yang telah membayar pajak. Jadi, penduduk miskin tak bisa berpartisipasi dan tak mempunyai hak suara. Dengan demikian, tentu rakyat menjadi tak percaya, sebab sering terjadi korupsi yang akan membuat kesatuan nasional Perancis menjadi goyah.
Pemerintahan Konsulat, Berlangsung 1799-1804
Dalam pemerintahan konsulat, dibagi menjadi tiga bagian, yakni Napoleon menjadi Konsulat I, Cambaseres menjadi Konsulat II, serta Lebrun menjadi Konsulat III. Namun, ketika perjalanan pemerintahan ini, Napoleon berhasil memerintah negara sendiri. Dimana pada kepemimpinan Konsulat Napoleon, Perancis meraih puncak kejayaannya.
Masa Pemerintahan Kaisar, Berlangsung 1804-1815
Dengan keberhasilan Napoleon dalam memimpin, kemudian sistem pemerintahan berubah menjadi kaisar, yang bersifat absolut. Akan tetapi, pemerintahan ini tak disukai rakyat, sebab Napoleon mempunyai keinginan untuk mengubah kembali kekuasaan raja dengan sistem turun-temurun serta menguasai seluruh daratan Eropa.
Hal tersebut ditandai dengan memilih saudara-saudaranya agar menjadi kepala negara di wilayah taklukannya. Nah, dalam pemerintahan Napoleon ini disebut sebagai pemerintahan nepotisme.
Pemerintahan kekaisaran berakhir setelah Napoleon ditangkap pada tahun 1814 setelah kalah oleh negara-negara koalisi dan dibuang di Pulau Elba. Karena kecerdikannya Napoleon berhasil melarikan diri dan segera memimpin kembali pasukan Prancis untuk melawan tentara koalisi selama 100 hari.
Namun, karena kekuatan militer yang tak seimbang, akhirnya Napoleon mengalami kekalahan dalam pertempuran di Waterloo pada tahun 1915. Dia dibuang ke pulau terpencil di Pasifik bagian selatan, St. Helena sampai akhirnya meninggal pada tahun 1821.
Pemerintahan Reaksioner
Setelah penangkapan Napoleon pada tahun 1814 karena kalah dengan negara koalisi dan dibuang ke pulau Elba, kemudian sistem pemerintahan Perancis berganti menjadi sistem pemerintahan Reaksioner, dimana rakyat memberikan peluang kembali pada keturunan Raja Louis XVIII, agar bisa menjadi raja kembali untuk memimpin Prancis sekitar tahun (1815-1842).
Dan raja yang berkuasa kala itu ialah Raja Charles X selama 1824-1840, serta Raja Louis Philippe selama 1830-1848.
Dampak Revolusi Perancis
Terjadinya Revolusi Perancis tentu memberikan pengaruh yang sangat besar, baik itu bagi negeri Perancis sendiri atau pun luar negeri, serta dari berbagai bidang kehidupan seperti bidang politik, sosial dan ekonomi.
Bahkan, jiwa, semangat serta nilai-nilai revolusi telah tertanam dalam diri masyarakat hingga memunculkan semboyan “liberte, egalite, dan fraternite”, yang artinya “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”.
Nah, beberapa pengaruh atau dampak dari Revolusi Perancis dalam berbagai bidang kehidupan yakni:
Bidang Politik
Dalam bidang politik, Revolusi Perancis mengakibatkan:
- Undang-undang menjadi kekuasaan yang tertinggi, sehingga digunakan sebagai pengawasan kekuasaan eksekutif.
- Sistem pemerintahan Republik, menjadi sistem pemerintahan yang baru dalam dunia pemerintahan.
- Paham demokrasi modern, muncul secara lebih real
- Berkembangnya sikap Nasionalisme
- Menimbulkan ide baru, untuk melakukan aksi-aksi revolusioner yang menentang segala kekuasaan Absolute.
Bidang Ekonomi
- Dihapusnya sistem Feodalisme serta penguasa tanah
- Petani mempunyai hak lebih dalam kepemilikan tanah dan lahan pertanian
- Penghapusan gilda atau perkumpulan para pengusaha yang melakukan monopoli serta perlindungan usaha dari pemerintah. Sebab hal tersebut memang bertentangan terhadap suasana liberalisme
- Terjadinya industrialisasi.
Bidang Sosial
- Terbentuknya tatanan sosial yang baru
- Monopoli pendidikan yang dilakukan oleh kaum bangsawan dihapuskan, kemudian terjadi pemerataan pendidikan, dimana setiap golongan masyarakat bisa memperoleh pendidikan, karena Feodalisme sudah disapu bersih.
- Terbentuknya kode Napoleon yang menjadi hasil dari upaya Napoleon dalam melakukan penyeragaman terhadap hukum di Perancis. Dimana kode Napoleon ini digunakan di berbagai negara sebagai produk hukum. Negara yang menggunakan kode ini, yakni Jepang, Belanda, serta Republik Turki ketika dibawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atartuk.
Dengan kata lain, Revolusi Perancis tentu memberikan berbagai dampak untuk seluruh dunia, terutama dalam sistem politik.