Sunan Gunung Jati – Apakah Anda pernah mendengar atau mengetahui tentang Walisongo? Walisongo merupakan nama suatu dewan da’wah atau dewan mubaligh yang utamanya atau yang paling di kenal oleh masyarakat diisi oleh sembilan orang wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
Walisongo ini merupakan salah satu pelopor penyebar agama islam terutama di tanah jawa. Meskipun walisongo dikenal hanya memiliki sembilan anggota, namun bentuknya berupa dewan memungkinkan walisongo untuk di gantikan apabila salah seorang dari anggotanya meninggal. Artikel kali ini akan membahas tentang Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sunan di masa perjuangan.
Mengenal Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati adalah seorang ulama yang menjadi salah satu anggota dari dewan da’wah atau dewan mubaligh Walisongo. Beliau berperan sebagai salah satu penyebar agama Islam di Jawa Barat, utamanya di wilayah Cirebon. Banyak pendapat siapa sebenarnya Sunan Gunung Jati itu. Namun nama asli Sunan Gunung Jati sendiri andalah Syarif Hidayatullah.
Raden Syarif Hidayatullah lahir pada 1448 Masehi dengan ayah bernama Syarif Abdullah Udatuddih bin Ali Nurul Alim (Salah satu penguasa dari Mesir) dengan Nyai Rara Santang, putri dari Kerajaan Padjajaran dengan ayah Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi. Saat Nyai Rara Santang masuk islam, beliau merubah nama menjadi Syarifah Mudaim.
Raden Syarif Hidayatullah menginjakkan kaki di tanah jawa, tepatnya Cirebon pada tahun 1470 Masehi. Dan karena dukungan dari Kesultanan Demak dan Raden Walangsungsang atau raja Cirebon pertama selaku paman Raden Syaruf Hidayatullah, beliau kemudian diangkat sebagai Raja Cirebon kedua setelah pamannya tersebut pada tahun 1479 Masehi dengan gelar Maulana Jati.
Terdapat beberapa sumber yang menyebutkan bahwa Sunan Gunung Jati adalah Fatahillah atau Falatehan. Namun kenyataannya, Sunan Gunung Jati dan Fatahilla adalah dua orang yang berbeda. Sunan Gunung Jati adalah seseorang yang telah lama bermukim di Cirebon, sedangkan Fatahillah adalah seorang pejuang Demak yang berasal dari Negeri Pasai atau Malaka.
Ketika wilayah Malaka jatuh ke tangan penjajah Portugis. Raden Fatahillah berpindah dari Malaka ke Demak, dan adiknya di nikahkan dengan Raden Trenggono. Sebagai seorang pejuang, selanjutnya Fatahillah di tugaskan ke Jawa Barat. Fatahillah bersama dengan para pengikut Sunan Gunung Jati menyerang Banten dan Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Padjajaran.
Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Tanah Jawa
Dikutip dari kitab Purwaka Caruban Nagari yang di tulis dalam huruf jawa dengan bahasa Kawi Cirebon. Pangeran Cakrabuwana dan adiknya, Ratu Mas Rarasantang telah masuk Islam dikarenakan mimpi mereka yang sama, yakni bertemu dengan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam. Singkat cerita akhirnya mereka menunaikkan ibadah haji bersama.
Tak hanya menunaikan rukun islam ke lima, putra dan putri Prabu Siliwangi ini juga menuntut ilmu di salah satu syekh di makkah. Suatu hari keduanya di datangi oleh utusan dari Sultan Abdullah dari Mesir. Utusan tersebut mengungkapkan bahwa tujuan kedatangannya adalah sang Sultan ingin melamar Ratu Mas Rarasantang untuk dijadikan istri.
Rarasantang pun menerima lamaran tersebut, dan Pangeran Cakrabuana bertindak sebagai wali dalam pernikahan tersebut. Pernikahan Ratu Mas Rarasantang dan Sultan Abdullah dilangsungkan di Mesir dengan cara Mahdzab Imam Syafi’i. Pangeran Cakrabuwana selanjutnya sempat tinggal di Mesir bersama dengan adiknya selama enam bulan sebelum akhirnya pulang kembali ke tanah Jawa.
Nyai Rarasantang hidup bahagia bersama suaminya di Negeri Mesir, dan beliau merubah namanya menjadi Syarifah Muda’im. Syarifah Muda’im kemudia mengandung anak pertama mereka dan melahirkan putra pertamanya tersebut di kota Mekkah saat melakukan ziarah. Putra mereka kemudian diberi nama Syarif Hidayatullah.
Beberapa tahun kemudian, di usia Syarif Hidayatullah yang masih muda, ia di tinggal mati oleh ayahnya, dan membuatnya hanya diasuh oleh ibunya sendiri. Beliau memiliki minat tinggi terhadap ilmu agama dalam usia muda. Dia mulai berguru pada beberapa syekh di wilayah Timur Tengah, dan pada tahun 1470 beliau bersama ibunya berangkat menuju pulau Jawa untuk mengamalkan ilmunya.
Kisah Sunan Gunung Jati dan Putri Ong Tien
Tahukah Anda bahwa ternyata Sunan Gunung Jati pernah menikah dengan seorang putri cantik dari negeri Cina bernama putri Ong Tien. Pada tahun 1479, Sunan Gunung Jati pergi ke Cina, tepatnya di daerah Nan King, dengan bergelar Maulana Insanul Kamil. Di Cina, beliau membuka pusat pengobatan sambil berdakwah agama Islam.
Setiap orang yang sakit dan berobat pada beliau pasti di suruh melaksanakan shalat, dan setelah shalat mereka sembuh. Beliau pun dianggap sebagai tabib sakti yang berkepandaian tinggi. Karena kemampuannya beliau dipanggil ke istana oleh Kaisar Cina, Kaisar Hong Gie dari Dinasti Ming. Di istana beliau diuji oleh sang kaisar untuk menebak salah satu putri raja yang sedang mengandung.
Sunan Gunung Jati tahu kalau dirinya sedang diuji, maka beliau berdoa agar putri yang masih perawan benar-benar hamil. Dan dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa, putri Ong Tien pun hamil dan membuat gempar seluruh istana. Akhirnya sang Kaisar pun murka dan memberikan perintah agar Sunan Gunung Jati diusir dari daratan Cina dan tidak diperbolehkan untuk kembali lagi.
Namun Putri Ong Tien yang terlanjur jatuh cinta kepada Sunan Gunung Jati pun meminta untuk diantar ke pulau jawa menyusul orang yang dicintainya. Putri Ong Tien dibekali oleh sang kaisar dengan berbagai barang berharga dan dikawal oleh tiga pejabat, yakni Pai Li Bang, seorang Menteri Negara yang kemudian menjadi Adipati sriwijaya.
Pai Li Bang merupakan asal usul adanya nama kota Palembang. Pai Li Bang yang menetap di Sriwijaya membuat Putri Ong Tien melanjutkan pelayaran bersama dua pembesar lainnya, yakni Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Akhirnya putri Ong Tien menikah dengan Sunan Gunung Jati pada tahun 1481. Namun putri tersebut akhirnya meninggal pada tahun 1485.
Ajaran Yang Diajarkan Sunan Gunung Jati
Sebagai seorang sunan yang menyiarkan agama Islam di tanah jawa, Sunan Gunung Jati tentunya memiliki ajaran-ajaran khusus yang biasanya diamalkan kepada para murid-murid yang menimba ilmu agama islam padanya. Ada beberapa ajaran utama yang menjadi dasar ilmu agama dan ilmu kehidupan dari Sunan Gunung Jati yang masih dapat kita amalkan, diantaranya adalah:
a. Nilai-nilai tentang ketakwaan dan keyakinan
Beberapa hal yang diajarkan oleh Sunan Gunung Jati tentang nilai-nilai ketakwaan dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah memelihara fakir miskin, shalat dengan khusu’ dan tawadhu, ibarat anak panah yang menancap kuat pada sasaran, berpuasa dengan kuat layaknya tali gondewa, beribadah secara istiqomah dan terus-menerus.
Selain itu kita juga dihimbau untuk selalu bersyukur kepada Allah atas segala limpahan rahmat dan rezeki dari Nya, dan terakhir adalah memperbanyak taubat atas segala dosa-dosa dan juga segala kekhilafan yang kita perbuat kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala.
b. Nilai-nilai kedisiplinan
Nilai-nilai yang diajarkan selanjutnya adalah tentang kedisiplinan, dimana kita tidak boleh mengingkari janji yang telah kita buat, tidak menolong orang yang salah, dan belajarlah dengan apa yang bermanfaat, jangan menyalahgunakan ilmu, apalagi menggunakannya untuk kepentingan yang tidak di benarkan dalam agama islam.
c. Nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan
Sedangkan nilai terkait kebijaksanaan seperti menjauhi sifat buruk dan menumbuhkan sikap yang baik, jangan bersikap serakah dan jangan suka bertengkar, jangan mencela dan berbohong kepada sesama, berusaha mengabulkan keinginan seseorang, menyegerakan makan dan minum sebelum lapar ataupun haus, bersikap dermawan dan sebagainya.
d. Nilai-nilai kesopanan dan tatakrama
Seperti halnya nilai-nilai tatakrama secara umum, Sunan Gunung Jati juga menanamkan nilai tersebut seperti hormat dan menyayangi orang tua dan leluhur, menghormati tamu, menghargai dan memuliakan pusaka serta menghormati tamu kita.
e. Nilai-nilai kehidupan sosial
Nilai kehidupan sosial yang di tanamkan diantaranya adalah tidak memaksakan diri untuk berhaji bila belum mampu secara harta, tidak memaksakan mendaki gunung bila belum siap secara fisik, jangan memaksakan menjadi imam bila belum memiliki ilmu agama yang cukup, dan jangan berdagang bila hanya berkumpul saja dengan orang-orang.
Karomah Sunan Gunung Jati
Layaknya wali-wali yang menyiarkan agama Islam di tanah jawa, Sunan Gunung Jati juga memiliki beberapa karomah yang di ceritakan dalam beberapa cerita jawa kuno. Berikut merupakan salah satu karomah yang dimiliki oleh Raden Syarif Hidayatullah yang diceritakan dalam Babad Tanah Sunda atau Babad Cirebon.
Pada suatu ketika diceritakan bahwa Syarif Hidayatullah sedang menaikkan rukun Islam ke lima ke kota Makkah. Beliau kemudian diberikan bekal oleh ibunya berupa uang senilai seratus dirham. Namun di tengah perjalanan beliau dihadang oleh perampok yang ingin merampok si Syarif Hidayatullah. Dan tanpa basa-basi beliau memberikan uang seratus dirham yang dimilikinya.
Karena merasa bahwa korbannya memiliki uang lebih dari seratus dirham, sang perampok terus mendesak Syarif Hidayatullah untuk menyerahkan uang nya yang lebih. Namun Sunan Gunung Jati hanya tersenyum, kemudian beliau menunjuk ke sebuah pohon besar dan mengatakan, “Ini satu lagi pohon emas untuk kalian”.
Melihat sebuah pohon biasa yang dengan secara tiba-tiba menjadi sebuah pohon membuat ketiga orang penyamun tersebut akhirnya bertaubat dan mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi murid Raden Syarif Hidayatullah.
Ada pula dalam buku yang sama Syarif Hidayatullah berangkat ke pulau Jawa dari kota Mekkah dengan dengan tidak menggunakan perahu, melainkan justru beliau dapat kembali ke pulau Jawa dengan cara berjalan di atas air. Dan masih banyak lagi karomah-karomah yang dimiliki oleh Syarif Hidayatullah.
Perjuangan Sunan Gunung Jati Menyebarkan islam di Nusantara
Sebagai seseorang yang memiliki orang tua berasal dari pulau Jawa, Syarif Hidayatullah merasa ingin menyebarkan ajaran agama Islam di negara ibunya. Namun Syarif Hidayatullah juga harus menerima kenyataan bahwa kakeknya sendiri yang merupakan salah satu penguasa di tanah Jawa belum memeluk agama Islam, dan ajaran Islam belum banyak diterima oleh masyarakat Jawa.
Kebanyakan dari masyarakat yang belum bisa menerima ajaran Islam adalah masyarakat pedalaman yang masih memegang teguh ajaran Hindu dan Budha. Untuk itu, sebagai langkah awal untuk menyebarkan agama Islam di tanah jawa, Syarif Hidayatullah meminta izin kepada kakeknya Prabu Siliwangi, selaku salah satu penguasa di tanah jawa dan agar beliau membantunya.
Sunan Gunung Jati pun mendapatkan pesan dari Prabu Siliwangi yang berisi, bahwa Sunan Gunung Jati boleh menyebarkan agama Islam di tanah jawa asalkan dilakukan dengan cara yang halus dan tidak dengan kekerasan. Beliau tak ingin adanya pertumpahan darah hanya karena perbedaan bahasa, cara beribadah dan tentunya perbedaan sesembahan.
Pesan tersebutlah yang dipegang teguh oleh Sunan Gunung Jati sebagai patokan beliau untuk menyebarkan ajaran agama islam di tanah jawa. Beliau memilih metode yang lemah lembut, kekeluargaan. Dan akhirnya kearifan budi dan juga akhlak yang membuat masyarakat jawa mulai melihat ajaran agama islam sebagai ajaran Rahmatan lil alamin.
Perkembangan islam semakin pesat dikala Sunan Gunung Jati diamanahi sebagai pimpinan si pesantren Amparanjati menggantikan Syekh Nurjati. Sunan Gunung Jati juga menjalin hubungan baik dengan Kesultanan Demak untuk memperlancar dan memperluas ajaran Islam dan melawan kolonialisme.
Seiring dengan berjalannya waktu, Sunan Gunung Jati pun sadar, bahwa penyebaran agama Islam dengan cara lemah lembut saja tidak cukup. Apalagi dengan adanya berbagai tekanan yang datang dari berbagai kerajaan Hindu Budha yang merasa terancam dengan perkembangan ajaran agama Islam yang begitu pesat dan tidak bisa mereka kendalikan lagi.
Wafatnya Sunan Gunung Jati
Sebagai seseorang yang cukup disegani sebagai salah satu ulama dan pejuang pada masanya, Sunan Gunung Jati kemudian oleh umat muslim yang berada di wilayah Jawa Barat memanggil beliau dengan nama lengkap Syekh Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah sebagai satu tanda penghormatan atas jasa-jasa yang telah beliau berikan.
Syekh Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati meninggal pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriyah atau pada tahun 1568 Masehi pada usia 120 tahun. bila dilihat berdasarkan penanggalan jawa, maka Sunan Gunung Jati meninggal pada 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka. Beliau meninggal pada usia yang cukup tua sehingga anak cucunya meninggal sebelum beliau.
Posisi beliau di kesultanan Cirebon pun digantikan oleh cicitnya, dikarenakan anak cucunya meninggal terlebih dahulu sebelum Sunan Gunung Jati meninggal. Sunan Gunung Jati pun dimakamkan di sebuah bukit bernama Bukit Gunung Jati. Saat ini makam tersebut telah dipugar dan dijadikan tempat ziarah yang cukup terkenal sebagai salah satu makam seorang walisongo.
kisah diatas adalah sebagian kisah dari perjalanan kehidupan Raden Syarif Hidayatullah sebagai satu-satunya anggota walisongo yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa Barat. Meskipun sang sunan telah tiada, ada baiknya kita tetap memegang teguh ajarannya dan menghormati serta mengenang segala perjuangan yang telah beliau lakukan untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa.
Boleh copy paste, tapi jangan lupa cantumkan sumber. Terimakasih